Senin, 18 Juli 2022

Benarkah Sistem Zonasi Untuk Keadilan Akses Pendidikan?

#OPINI

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi telah dilaksanakan sejak tahun 2017. Ternyata sistem zonasi ini sudah dirancang pada tahun 2016.(Pikiran Rakyat.com, 28/05/2018)

Jumeri mengatakan bahwa kebijakan zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), merupakan salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan.(Gatra.com, 20/06/2022)

Nyatanya... Sejak dilaksanakan pada tahun 2017 hingga saat ini, keadilan akses pendidikan yang menjadi tujuan diadakan jalur zonasi ini belum dapat terealisasi. Yang ada malah menyisakan berbagai macam problematika.

Misalnya, di SDN 197 Sriwedari Solo hanya mempunyai 1 murid pada tahun ajaran 2022/2023. Hal ini akibat sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) daring. Kepala SDN 197 Sriwedari Solo, Bambang Suryo Riyadi mengatakan sejak diterapkan sistem zonasi memang dari tahun ke tahun jumlah siswa baru cenderung menurun. Apalagi, SDN Sriwedari no.197 letaknya tidak di tengah perkampungan. (detikNews.com, 11/06/2022)

Selain itu, lokasi sekolahnya berada di seberang rel kereta api. Maka mayoritas orang tua siswa menyekolahkan anaknya di SD Negeri dekat rumahnya. Karena mereka khawatir bila anak-anak menyebrang rel kereta api.

Karena adanya sistem zonasi ini, orang tua peserta didik melakukan manipulasi tempat tinggal atau bahkan pindah rumah agar dekat dengan sekolah yang ingin di tuju karena dinilai sekolah unggulan atau favorit. (Tirto.id, 08/07/2022)

Masalah lain dari sistem zonasi ini, tidak semua kelurahan memiliki sekolah negeri termasuk kota besar seperti Jakarta. Selain itu sekolah negeri yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. (Cakaplah.com, 14/07/2022)

Sistem zonasi sangat bermasalah. Hal ini sudah cukup menjadi bukti bahwa penerapan sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme telah gagal mewujudkan keadilan akses pendidikan.
Maka dari itu, sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme dan menggantikannya dengan sistem Islam. Karena hanya sistem Islam yang dapat menerapkan hukum-hukum Islam secara keseluruhan.

"Seorang Imam (Khalifah/Kepala Negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)

Dengan peran utama ini, negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana prasarana,baik gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya, guru yang berkompeten, kurikulum shahih, maupun konsep tata kelola sekolahnya.
Negara juga harus memastikan setiap warna negara dapat memenuhi kebutuhan pendidikan secara mudah dan sesuai kemampuannya. Dalam sistem Islam tidak diperlukan adanya sistem zonasi. Karena negara bakal membangun banyak sekolah dan siswa bisa memilih sekolah sesuai dengan bakat dan minatnya.

Contoh praktisnya adalah madrasah Al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah Al-Muntashir Billah di Kota Baghdad. Disekolah ini setiap siswa menerima berupa emas seharga satu Dinar (4,25 gram emas).

Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya dan rumah sakit. Negara pun akan memanfaatkan keterampilan dan pemikiran yang luar biasa dari generasi yang baik untuk pengembangan negara. Dengan begitu, kemampuan berharga mereka tidak disia-siakan atau di bajak oleh pemerintah asing.

Terlebih suasana yang dibangun di tengah-tengah masyarakat adalah fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Nah, dengan senang hati rakyat ingin membantu negara mewujudkan kemaslahatan.

Maka tidak heran jika dalam peradaban Islam akan di temui banyak sekali orang-orang yang berpolymath bahkan keilmuan mereka dijadikan sebagai dasar peletakan llmu modern saat ini. Seperti Al-Zahrawi yang mewariskan ilmu bedah, Al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 yang dimanfaatkan untuk pengembangan Ilmu algoritma saat ini dan masih banyak lagi.

Sungguh, sistem Islam benar-benar sukses mewujudkan pendidikan bermutu berkeadilan bagi semua.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab

Makassar, 18 Juli 2022
Wardah Atikah Rianthoby 

Selasa, 16 Februari 2021

SKB 3 Menteri : Semakin Meliberalkan Pendidikan

#OPINI


Pemerintah mengeluarkan aturan terkait pemerintah daerah dan sekolah negeri soal seragam beratribut agama. SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim,  Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian,  dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (Kompas.com, 05/02/2021)

Aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri itu menegaskan bahwa seragam sekolah tidak boleh memiliki identitas keagamaan tertentu.

Enam keputusan utama pakaian seragam di sekolah negeri : Pertama,  SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda).

Kedua,  Peserta didik, pendidik,  dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama,  atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Ketiga,  pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Keempat,  pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 Menteri ini ditetapkan.

Kelima,  jika terjadi pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri ini,  maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar. a). Pemda bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah,  guru atau tenaga kependidikan.

b). Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota.

c). Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan sanksi kepada gubernur.

d). Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan sanksi kepada sekolah terkait bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. 

Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu,  Kementrian Agama (Kemenag) akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan bisa memberikan pertimbangan untuk pemberian dan pemberhentian sanksi.

Keenam,  peserta didik,  pendidik,  dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan SKB 3 Menteri ini,  sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.

Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri soal larangan atribut keagamaan hingga kini terus menuai polemik. Menurut Ketua MUI Pusat Dr Cholil Nafis SKB 3 Menteri itu wajib ditinjau ulang atau dicabut karena tak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan. Beliau mengatakan bahwa memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. (Hidayatullah.com,  12/02/2021)

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan SKB 3 menteri tentang seragam sekolah. Apalagi, persoalan itu tidak ada kaitannya dengan mutu pendidikan. (Nasional Okezone.com 06/02/2021)

Adanya SKB 3 Menteri ini,  siswi berhak memilih antara menggunakan kerudung atau tidak. Nah,  ini mengarah kepada budaya liberal karena bebas memilih sesuai keinginannya. Dan jika ada yang meminta mereka untuk mengunakan kerudung maka pihak tersebut dianggap melanggar aturan. Padahal dalam Islam sudah jelas bahwasannya wanita muslimah wajib menutup aurat. Pun juga tidak ada khilafiyah (perbedaan) ulama pada persoalan ini.

Dengan alasan hak setiap siswi, SKB 3 Menteri justru bertentangan dengan tujuan pendidikan untuk mencipta insan yang bertakwa. Alih-alih mendidik agama, malah mendorong kebebasan berperilaku

SKB 3 Menteri ini juga merupakan aturan yang sangat berlebihan karena persoalan seragam sekolah dianggap masalah besar padahal saat ini banyak permasalahan yang lebih urgent yang harus diselesaikan. Pun juga saat ini para pelajar sedang belajar daring, pemerintah malah sibuk menyudutkan umat Islam dengan membuat aturan terkait persoalan seragam sekolah di masa pandemi yang entah kapan berakhirnya.

Beginilah jika kehidupan tidak berlandaskan syariah Islam akan tetapi berlandaskan sekulerisme. Sekulerisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Artinya agama tidak boleh ikut campur dalam persoalan kehidupan dunia. Agama hanya boleh mengatur persoalan yang berkaitan dengan akhirat saja seperti sholat,  zakat,  puasa. Nah,  jika di kehidupan duniawi atau didalam kehidupan publik maka tidak boleh memakai aturan agama akan tetapi harus memakai aturan yang dibuat oleh manusia.

Lebih dari itu siswi muslim di daerah minoritas justru akan terus dirugikan karena SKB ini tidak mungkin menghapus regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Jadi,  harapan adanya kebebasan berjilbab bagi siswi muslimah Bali dan lain-lain tidak terwujud melalui SKB ini.

Sekulerisme ini berbahaya bagi umat muslim karena memisahkan agama dari kehidupan sehingga dapat menjauhkan umat dari aturan agamanya. Dan pada akhirnya umat harus sesuai dengan nilai-nilai kebebasan ala barat. Jika tidak, maka barat akan melabeli mereka dengan sebutan intoleran,  fundamentalis,  dan radikalis. 

Bahkan untuk semakin memperkuat pengalihan cara pandang umat muslim agar sesuai dengan barat,  barat mendekonstruksi ajaran Islam dengan cara menghembuskan narasi Islamophobia. Sehingga agama Islam terlihat sebagai ajaran yang penuh pengekangan dan hal ini terlihat dari kebijakan SKB 3 Menteri yang syarat nuansa syariah phobia.

Maka dari itu kebijakan-kebijakan yang dihasilkan saat ini lebih mengarah untuk menjauhkan umat islam dari ajaran agamanya. Agar tidak terjadi demikian maka sudah saatnya kembali kepada sistem Islam. Karena hanya dalam sistem Islam yang dapat menerapkan aturan dari sang pencipta (al-khaliq) sekaligus sang pengatur (al-mudabbir) secara menyeluruh (kaffah). Wallahu a'lam.[]


By_Wardah Atikah Rianthoby

Kalimantan Utara,  16 Februari 2021



Senin, 21 Desember 2020

Kapitalis : Biang Kerok Korbankan Ibu dan Anak

#OPINI

Ngerik... Seorang ibu berusia 30 tahun diduga stres karena faktor ekonomi tega membunuh tiga anak kandungnya yang masih balita di Nias Utara, Sumatera Utara. (Viva.co.id, 10/10/2020)

Terbayang,  betapa berat beban hidup yang ia pikul sehingga hilang rasa cinta dan kasih sayangnya terhadap sang anak. Karena sejahat-jahatnya harimau tak akan memakan anaknya sendiri. Nah...Ini manusia, seorang ibu pula. Astaghfirullah unlimited.

Fakta ini bukan yang pertama kalinya. Karena sebelumnya ada juga kasus Seorang ibu tega menganiaya anak perempuannya hingga tewas, gara-gara sih anak tak mengerti saat belajar melalui daring. (Kompas TV, 15/09/2020)

Kondisi ini sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak? Seorang ibu tega membunuh anak kandungnya sendiri. 

Kasus tersebut merupakan bukti dari penerapan sistem yang salah. Sistem apa yang diterapkan saat ini? Yaps benul,  Sistem Demokrasi kapitalisme. Hilangnya nyawa tak menjadi masalah di sistem yang salah ini.

Sebelum peristiwa pembunuhan tiga anak laki-laki oleh ibu kandungnya terjadi, sang suami pergi ke TPS untuk mencoblos Pilkada di Nias Utara. Ia berharap adanya pemimpin yang baru mampu menyejahterakan kehidupan keluarganya. Karena menurut pengakuan suaminya, mereka sering hanya makan sekali dalam tiga hari karena masalah ekonomi keluarga. (Waspada.id, 14/12/2020)

Sang suami pergi nyoblos dengan harapan mendapat pemimpin baru,  malah istri dan anaknya kehilangan harapan hidup.

Kemiskinan sering kali membuat manusia lupa diri. Begitupun rasa lapar dan lelah yang menguras emosi. Belum lagi dengan beratnya amanah mendidik anak saat ini. Lengkap sudah beban fisik dan psikis istri. Tak heran jika para istri sering stres dan depresi akibat beban yang bertubi-tubi.

Beginilah hidup di sistem kapitalis. Semuanya tak ada yang gratis. Orang kaya akan berkuasa sedangkan orang miskin akan menangis.

Pun juga saat ini, penguasa tidak bisa diharapkan. Karena untuk berkuasa haruslah memiliki biaya yang banyak. Jadi,  wajar saja ketika berkuasa mereka sibuk mengembalikan modal sehingga rakyat tak terurus.

Meskipun berulang kali ganti pemimpin saat ini, hidup rakyat tak akan sejahtera. Karena yang menjadi masalah di sini ialah penerapan sistem yang salah. Nah,  sistem yang salah ini akan terus memproduksi kerusakan.

Aturan yang ada dalam sistem salah dibuat oleh manusia. Yang dimana manusia memiliki akal terbatas. Sehingga dalam sistem salah ini tidak bisa mengatasi permasalahan yang ada. Pun juga, dalam sistem ini berasaskan sekulerisme. Tak akan pernah membiarkan agama masuk ke ranah publik secara menyeluruh. Jika menurut akalnya agama dianggap menguntungkan,  maka ia akan digunakan tetapi jika tidak maka ditinggalkan. Jadi,  wajar jika manusia lemah iman. Sangat jelas bahwa,  sistem saat ini sangat rusak dan tak sesuai fitrah manusia. Hidup di dalamnya akan membuat manusia lupa diri.

Berbeda dengan sistem Islam. Yang dimana negara akan menerapkan aturan dari Allah Swt di seluruh aspek kehidupan. Islam akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara (muslim maupun non muslim) sekaligus mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kecukupannya.

Dalam pemenuhan pendidikan, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok dan asasi manusia serta merupakan hak setiap warga negara. Negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan akses pendidikan secara gratis untuk semua kalangan.

Sistem ini terbukti selama 1.300 tahun dapat membawa peradaban gemilang dan dijanjikan Allah akan membawa keberkahan dari langit dan bumi.

Sungguh,  hanya dalam sistem Islam di bawah naungan Khilafah,  manusia akan hidup sejahtera dan sesuai dengan fitrahnya. Begitupun para Ibu. Maka,  sudah saatnya kita campakkan sistem demokrasi kapitalisme dan menggantikannya dengan sistem Islam.

Wallahu a'lam.


By_Wardah Atikah Rianthoby

Kalimantan Utara,  19 Desember 2020

Kamis, 20 Februari 2020

Kegagalan Negara Sekuler Menangani Penistaan Agama

#OPINI

Diketahui, Sukmawati kembali dilaporkan terkait dugaan penistaan agama. Kali ini Sukmawati dilaporkan oleh warga yang bernama Ratih Puspa Nusanti yang merupakan salah satu anggota Koordinator Bela Islam (Korlabi). 

Sukmawati ini dilaporkan karena dituding membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Soekarno. Ucapannya dinilai sebuah penistaan terhadap agama. . Ini menjadi laporan kedua untuk sukmawati atas kasus yang sama. Sebelumnya, ia menghina cadar dan adzan. Tetapi kasus tersebut tidak diproses sampai ke pengadilan, karena kandas di MUI yang telah menerima permintaan maafnya Sukmawati. Makanya Sukmawati mengulangi perbuatannya kembali karena berharap selesai dengan permintaan maaf. . Selama ini pihak kepolisian tak bersikap adil karena lamban menindaklanjuti kasus penistaan agama. Padahal, jika dibandingkan dengan kasus penghinaan terhadap presiden kasus tersebut cepat sekali di tindaklanjuti. Langsung segera ditangkap dan dipenjara. 

Sistem kapitalisme yang dasarnya memisahkan agama dari kehidupan ini, memang benar benar lemah dalam menghadapi berbagai problematika yang terjadi. Sistem ini melahirkan kebebasan sehingga selalu tidak tegas dalam menghukumi segala penistaan agama yang terjadi.

Buktinya dapat kita lihat dalam sistem yang diterapkan sekarang ini, bahwasannya hingga saat ini tak mampu bertindak tegas dan gagal melindungi agama yang berada di negerinya. UU penodaan agama yang katanya telah dibuat begitu rinci tidak efektif dalam menghentikan adanya penistaan yang terjadi.

Sistem kapitalisme ini sama sekali tidak memberikan kedamaian karena seringkali ia tidak memenuhi keadilan dalam setiap penegakkan hukumnya, yang bermodal besar senantiasa bisa membeli hukum. Senantiasa menang dalam berbagai aspek.

Jika tidak ada tindak tegas, maka orang-orang yang tidak menyukai islam/ membenci islam akan merasa aman. Dan kemudian penistaan agama bakal terjadi terulang kembali.

Zaman sekarang, masyarakat sering lengah dalam melihat hal-hal yang berhubungan dengan agama dan Nabi Muhammad SAW. Padahal, seharusnya kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW wajib memuliakan beliau.

Sungguh saat ini kita benar benar membutuhkan pelindung, membutuhkan persatuan yang mampu mendamaikan umat di dunia.

Satu satunya solusi agar penista agama tidak dapat terulang kembali ialah dengan menggantikan sistem, yaitu sistem islam. 

Dalam Islam, hukum menghina dan sejenisnya itu jelaslah haram. Ibn Mundzir menyatakan, mayoritas ulama sepakat bahwasannya sanksi bagi orang yang menghina Nabi Muhammad SAW adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Al-Laits, Imam Ahmad Bin Hanbal, Imam Ishaq Bin Rahawih dan Imam As-Syafi'i. 
Wallahu'alam...

By_Wardah Atikah Rianthoby
Makassar, 08 Desember 2019

Rabu, 17 Mei 2017

Profil Singkat

My Biodata
Nama : Wardah Atikah Rianthoby
Tanggal Lahir : 19 Oktober 1999
Tempat Lahir : Tanjung Selor,  Kalimantan Utara
Asal Daerah : Adonara, Nusa Tenggara Timur
Domisili : Makassar,  Sulawesi Selatan
Kesibukan : Makar ( Mahasiswi Makassar)
Fakultas : Agama Islam
Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Sosial Media
Facebook : Wardah Atikah Rianthoby
Instagram : @wardah_atikah_rianthoby and @galery_wardah19
Twitter : @wardah39085810
Youtube : Warda Atika
Email : wardaatika19@gmail.com
Blogger : wardaatika19.blogspot.com





Benarkah Sistem Zonasi Untuk Keadilan Akses Pendidikan?

#OPINI Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi telah dilaksanakan sejak tahun 2017. Ternyata sistem zonasi ini sudah dira...